Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil.

Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil.
Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil. Mazmur 119:164

Mawar Kedua Puluh Empat

MAWAR KEDUA PULUH EMPAT

Sarana kesempurnaan

ORANG-ORANG KUDUS selalu menjadikan hidup Tuhan tujuan pokok usaha mereka. Mereka merenungkan keutamaan-keutamaan dan penderitaan-penderitaan-Nya dan dengan cara itu mereka mencapai kesempurnaan Kristen.

            Sekali Santo Bernardus memulai meditasi ini, ia selalu melanjutkan. “Awal pertobatanku,” katanya, “saya merangkai buket wewangian terdiri dari penderitaan-penderitaan Juruselamatku. Saya menempatkan buket ini pada hatiku sambil merenungkan cambukan, duri, serta paku penderitaan-Nya. Saya menggunakan seluruh kekuatan batinku untuk merenungkan misteri-misteri ini setiap hari.”

            Ini pun merupakan praktek para martir yang kudus. Kita tahu bagaimana mereka secara ajaib mengalahkan penderitaan-penderitaan yang paling kejam. Santo Bernardus mengatakan bahwa keteguhan para martir yang menakjubkan itu terpancar hanya dari satu sumber, yakni renungan mereka yang terus-menerus tentang luka-luka Yesus Kristus. Para martir itu adalah atlet-atlet Kristus, juara-juara-Nya; sementara darah mereka bercucuran keluar dan tubuh mereka hancur-luluh karena penganiayaan yang kejam. Jiwa mereka yang suci-murni tersembunyi di dalam luka-luka Tuhan kita. Luka-luka inilah yang membuat mereka tak terkalahkan.

            Sepanjang hidupnya, perhatian utama Bunda Maria ialah merenungkan keutamaan-keutamaan serta kesengsaraan Putranya. Tatkala ia mendengar para malaikat mengumandangkan lagu-lagu pujian kegembiraan saat kelahiran Putranya, dan ketika ia melihat para gembala datang menyembah Dia di dalam palungan, hati dan pikirannya dipenuhi dengan kekaguman dan ia merenungkan keajaiban ini. Ia membandingkan keagungan Sabda Yang Menjelma dengan kerendahan hati-Nya dan cara Ia merendahkan Diri-Nya; ia merenungkan Dia dalam palungan-Nya yang dibentangi dengan jerami, dan kemudian merenungkan takhta-Nya di surga dan di pangkuan Bapa-Nya yang abadi. Ia membandingkan kekuasaan Allah dengan kelemahan seorang Bayi – dan hikmah kebijaksanaan-Nya dengan kesahajaan-Nya.

            Suatu hari Bunda Maria mengatakan kepada Santa Brigitta, “Bila aku merenungkan keindahan, kesahajaan, serta kebijaksanaan Putraku, hatiku diliputi kegembiraan, dan bila aku merenungkan tangan dan kaki-Nya yang ditembus paku-paku tajam, aku menangis tersedu-sedu dan hatiku diliputi kesengsaraan dan kepedihan.”

            Setelah kenaikan Tuhan, Bunda Maria memanfaatkan sisa-sisa hidupnya dengan mengunjungi tempat-tempat yang telah dikuduskan melalui kehadiran dan penderitaan Tuhan. Ketika ia berada di tempat-tempat itu, ia merenungkan cinta Tuhan yang tak terbatas serta penderitaan-Nya yang mengerikan.

            Santa Maria Magdalena tidak melakukan hal lain daripada latihan-latihan rohani yang sama selama tiga puluh tahun terakhir hidupnya, dengan hidup di dalam suasana khalwat penuh doa di biara tertutup Saint Baume.

            Santo Hieronimus mengatakan bahwa devosi kepada tempat-tempat suci itu menyebar luas di kalangan umat beriman pada abad-abad awal Gereja. Mereka datang ke Tanah Suci dari segala pelosok wilayah untuk menyatakan cinta yang besar serta kenangan akan Juruselamat mereka secara lebih dalam dengan melihat sendiri tempat-tempat serta barang-barang yang telah Ia kuduskan dengan kelahiran, karya, penderitaan, dan kematian-Nya.

            Semua orang Kristen hanya memiliki satu iman dan menyembah Allah yang satu dan sama, dan semuanya mengharapkan kebahagiaan yang sama di surga. Mereka mempunyai seorang Perantara, yaitu Yesus Kristus, dan oleh sebab itu mereka semua harus meneladani model mereka yang ilahi. Agar dapat melakukan hal ini, mereka harus merenungkan misteri-misteri kehidupan, kesengsaraan, serta, kemuliaan-Nya.

            Suatu kesalahan besar jika orang beranggapan bahwa hanyalah imam-imam dan rohaniwan-rohaniwati serta orang-orang yang telah menarik diri dari keramaian dunia dapat merenungkan kebenaran-kebenaran iman kita serta misteri-misteri kehidupan Yesus Kristus. Kalau para imam dan rohaniwan/ti mempunyai kewajiban untuk merenungkan kebenaran-kebenaran luhur agama kita yang kudus agar dapat menghayati panggilan mereka sebagaimana mestinya, kewajiban yang sama itu berlaku juga bagi kaum awam – karena sesungguhnya mereka setiap hari bertemu dengan bahaya-bahaya rohani yang dapat menghancurkan jiwa mereka. Oleh karena itu, mereka harus mempersenjatai diri dengan sering merenungkan kehidupan, keutamaan, serta penderitaan Tuhan kita yang terjalin sedemikian indahnya dalam lima belas misteri Rosario Suci.

------

Sumber buku:
RAHASIA ROSARIO
St. Louis de Montfort
Penerbit OBOR
Imprimatur: Rm. M. Soenarwidjaja, SJ (alm.)
Vikjen Keuskupan Agung Jakarta
Jakarta, 3 Juli 1993
Pesta St. Thomas Rasul

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.