Namun permainan tentara ini harus ditinggalkan ketika
Aloysius terserang malaria. Pada usia 7 tahun, ia bertobat dari cara hidup
kebangsawanan untuk memulai kehidupan yang lebih mengutamakan hal batiniah.
Sejak saat itu ia mulai berdoa dan dengan kegembiraan besar mendaraskan
mazmur-mazmur. Ketika ayahnya kembali dari kunjungan dua tahun ke Spanyol pada
tahun 1576, ia mendapati putranya yang berusia 8 tahun memiliki penguasaan diri
seperti seorang dewasa, dan ia sudah menganggapnya sebagai seorang ahli waris
Castiglione yang pantas. Karena ia adalah anak tertua, masa depan Aloysius
sudah ditentukan. Tetapi sementara ayahnya memikirkan Aloysius sebagai pengikut
langkahnya, Aloysius sendiri memikirkan kemungkinan untuk mengikuti langkah
seseorang yang lain. Ibunya menjadi lady-in-waiting untuk Isabel, istri Filipus
II dari Spanyol.
Aloysius Gonzaga dilukiskan dengan gambaran seorang
laki-laki muda mengenakan jubah hitam dengan superpli putih. Atributnya berupa
bunga lili, yang melambangkan kesucian pribadinya. Salib yang dipegangnya
menunjukkan kesetiaan dan pengorbanan sepanjang hidup. Tengkorak menunjukkan
karyanya di tengah-tengah orang yang menghadapi kematian. Rosario menunjukkan
devosinya kepada Santa Perawan Maria.
Pada tahun 1577 Aloysius dan adiknya, Rodolfo, dibawa ke
Firenze (Florence) kepada seorang bangsawan kawan ayah mereka seorang Adipati,
Duke Francesco de Medici. Di istana bangsawan itu mereka tinggal untuk
mengetahui adat-istiadat kebiasaan seorang bangsawan. Keluarga Medici adalah
salah satu keluarga bangsawan yang paling berkuasa di Eropa. Tetapi pada saat
yang sama dalam keluarga itu, intrik dan kebohongan merajalela; pisau belati
dan racun adalah alat untuk menyelesaikan masalah. Dikelilingi oleh suasana
yang demikian itu, Aloysius yang berjiwa peka menarik diri dan menolak untuk
ambil bagian dalam perlombaan-perlombaan serta pertunjukkan kosong orang-orang
Firenze. Hanya dengan cara inilah Ia dapat menghindari dosa. Demikian muak Ia
dengan jalan hidup ini sehingga pada suatu hari pada tahun 1578, selagi berada
di dalam Gereja Maria Annunciata, Ia membuat sebuah keputusan kuat untuk tidak
pernah menyakiti Tuhan dengan berdosa.
Dari Firenze, Aloysius dikirim ke Mantua pada bulan
November 1579, di sana ia hidup bersama sanak saudaranya. Salah seorang dari
mereka mempunyai kapel pribadi yang sangat menarik hatinya. Di sini Ia membaca
buku Kehidupan para Kudus dan tetap asik mendaraskan mazmur-mazmur. Dari
pendarasan mazmur harian inilah, pikiran untuk menjadi seorang imam muncul.
Aloysius kembali ke Castiglione pada tahun 1580. Dalam perpustakaan keluarga,
Ia menemukan ringkasan ajaran kristiani, karangan Petrus Kanisius dengan
meditasi-meditasi untuk setiap hari pada akhir buku itu. Aloysius menggunakan
meditasi-meditasi itu untuk doanya dan segera mulai merasakan buah-buah rohani.
Carolus Borromeus, yang menjadi Kardinal di Malino, tiba di Castiglione pada
kunjungannya di Keuskupan Agung itu. Ia bertemu dengan Aloysius yang berusia 12
tahun dan sangat terkesan oleh anak itu. Dalam pembicaraan-pembicaraan,
Kardinal yang suci itu mendengar, bahwa anak muda ini belum menerima Komuni
Pertama, maka beliau mempersiapkan Aloysius. Pada tanggal 22 Juli, beliau
sendiri menerimakan Komuni Pertama kepada Aloysius. Sesudah itu Aloysius selalu
rindu untuk menerima Komuni. Aloysius juga berpuasa tiga hari seminggu,
bermeditasi pagi dan sore, serta menghadiri Misa setiap hari sejauh mungkin.
Pada tahun 1581, ketika Maria dari Austria, janda Kaisar
Maximilianus II, melewati Italia dalam perjalanannya pulang ke Spanyol, ayah
Aloysius memutuskan supaya keluarganya mengantarkan ke Madrid. Aloysius bersama
Maria tiba di Madrid pada tanggal 7 Maret 1582. Ia menjadi pelayan pendamping
adipati dari Asturias, dan kemudian diangkat menjadi ksatria. Pada saat itu,
Aloysius sudah yakin bahwa kehidupan bangsawan bukanlah untuk dia.
Di Madrid itu pula Ia mempunyai bapa pengakuan seorang
Yesuit, dan makin lama semakin terpikir untuk menjadi seorang Yesuit. Hasrat
itu dikuatkan pada tanggal 15 Agustus 1583, ketika Ia sedang berdoa di depan
patung Bunda Maria di gereja Yesuit. Dalam hati Ia merasa bahwa inilah yang
Tuhan minta darinya, dan setelah meninggalkan gereja itu Ia pergi ke bapa
pengakuannya untuk memberitahukan keputusannya. Namun bapa pengakuannya
menerangkan bahwa Ia sekarang harus memperoleh izin dari ayahnya.
Mendengar bahwa putra tertua dan ahli warisnya ingin
meninggalkan warisan keluarganya demi hidup imamat, Sang Marchese menjadi
marah. Karena ayah dan anak sama-sama teguh dalam pendirian mereka
masing-masing, maka suatu ketegangan terjadi dalam hubungan mereka. Mengira
bahwa Ia dapat mengubah kehendak putranya, Sang Marchese membawa keluarganya
kembali ke Castiglione pada tahun 1584. Lalu Ia mengirim Aloysius dan adiknya
untuk mengunjungi pelbagai istana di Italia, dengan harapan bahwa Aloysius akan
meninggalkan pikirannya untuk menjadi imam. Ketika Aloysius kembali dari
perjalanan itu, Ia belum juga mengubah keputusannya. Akhirnya sang ayah jemu,
dan memberikan persetujuan. Pada awal bulan November tahun itu, Aloysius
meninggalkan warisannya, pergi ke Roma dan menghadap Pater Jendral Claudio
Aquaviva. Ia masuk novisiat Serikat Yesus pada tanggal 25 November 1585.
Aloysius baru berusia tujuh belas setengah tahun, namun
di novisiat, Ia sudah dewasa karena latar belakang dan perjuangannya. Motto
yang memimpin dia ke novisiat tetap Ia pegang selama tahun-tahun berikut: saya
ibarat sepotong besi yang telah bengkok. Saya masuk biara agar diluruskan
kembali. Aloysius memberikan dirinya secara total ke dalam proses untuk menjadi
seorang Yesuit. Setelah mengakhiri masa novisiatnya, Ia pindah ke Kolese Roma
untuk menyelesaikan studi filsafatnya. Ia telah mulai studi filsafat ketika
berada di istana raja di Madrid. Ia mengucapkan ketiga kaulnya (kemiskinan,
kemurnian dan ketaatan) pada tanggal 25 November 1587. Selanjutnya Ia
melanjutkan studinya dengan belajar teologi dan terbukti sebagai mahasiswa yang
cemerlang. Dalam tahun 1589, Ia kembali ke Castiglione untuk waktu yang cukup
lama demi mendamaikan saudaranya Rodolfo dengan Adipati Mantua. Setelah
berhasil dalam soal ini, Ia kembali ke Roma pada bulan Mei 1590.
Pada awal tahun berikutnya, 1591, terjadilah wabah dan
kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di Roma bagi
daerah-daerah yang terkena wabah. Aloysius bekerja langsung merawat orang-orang
sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke
rumah sakit, memandikan mereka dan memberi mereka makan serta mempersiapkan
mereka untuk penerimaan sakramen-sakramen. Keadaan jasmaninya berontak ketika
berhadapan dengan penyakit, darah dan segala yang kotor berbau. Sekalipun
demikian Aloysius mengatasi rasa jijik itu untuk membantu mereka yang
membutuhkan pertolongan. Ketika Ia suatu malam kembali dari rumah sakit, Ia
berkata kepada pembimbing rohaninya, Pater Robertus Bellarminus, Saya merasa
hari-hari saya tak akan lama lagi. Saya merasakan kerinduan begitu besar untuk
bekerja dan melayani Tuhan sehingga saya tidak bisa percaya Tuhan telah
memberikan kerinduan itu sekiranya Ia tidak bermaksud mengambil saya dengan
segera.
Karena banyak Yesuit muda mulai terkena penyakit itu,
Pater Superior melarang Aloysius untuk kembali ke rumah sakit. Ketika Aloysius
mengajukan lagi permintaan untuk melayani orang-orang sakit, Ia diberi izin,
tetapi hanya untuk membantu di Rumah Sakit Santa Perawan Maria Penghibur. Di
sana pasien-pasien dengan penyakit menular biasanya tidak diterima. Aloysius pergi
ke sana, mengangkat seorang pasien dari tempat tidurnya, merawatnya dan
mengembalikannya ke tempat tidur semula. Ternyata orang itu terkena penyakit
menular dan Aloysius ketularan penyakit itu dan terpaksa istirahat pada tanggal
3 Maret 1591.
Untuk sementara waktu penyakit mereda. Namun demikian,
penyakit itu telah menjadikannya begitu lemah sehingga tak pernah pulih
kembali. Demam serta batuk muncul dan selama beberapa minggu ia tetap hidup
namun kesehatannya semakin mundur. Dalam doa, Aloysius diberi tahu bahwa Ia
akan meninggal pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Ketika hari itu tiba,
yaitu tanggal 21 Juni 1591, Ia tampak lebih segar daripada hari sebelumnya,
memohon Sakramen Bekal Suci, tetapi Pembesarnya menolaknya karena kelihatannya
Aloysius tidak akan mati dalam waktu singkat. Malam itu untuk kedua kalinya Ia
minta Bekal Suci, dan supaya tenang, lalu diatur baginya untuk menerima
sakramen tersebut. Dua orang imam tinggal bersama dengan dia pada malam itu.
Sesaat sesudah pukul 10, rasa sakit lambungnya yang terluka semakin hebat dan
tak tertahankan lagi. Maka Ia minta supaya badannya diangkat sedikit. Ketika
kedua Yesuit itu datang mendekat, mereka mengamati bahwa wajahnya mulai berubah
dan mereka menyadari bahwa Aloysius yang muda ini akan segera wafat. Aloysius
mengarahkan pandangan matanya kepada salib yang Ia pegang, dan sewaktu mencoba
menyebut nama Yesus, Ia meninggal dunia.
Aloysius Gonzaga berusia 23 tahun dan dimakamkan di
Gereja Anunciata, di samping Kolese Roma. Di kemudian hari, jenazahnya yang
suci dipindahkan ke Gereja Santo Ignatius. Di sana jenazahnya dihormati sampai
hari ini. Aloysius Gonzaga adalah orang kudus Tuhan. Ini terlihat dari motto
Aloysius: apapun yang akan berharga bagi keabadian. Di atas segalanya, Ia
mencintai kerendahan hati dan doa. Baginya, doa menjadi sangat penting bagi
semua pengetahuan; cinta diterima dalam batin melalui doa kontemplatif.
Aloysius mempunyai empat devosi khusus. Pertama, devosi kepada Sakramen Maha
Kudus. Ia membagi hari-harinya dalam satu minggu menjadi dua; yang pertama,
untuk mengucap syukur atas Komuni Suci yang telah diterimanya terakhir kali,
dan yang kedua, untuk menyiapkan dirinya bagi penerimaan Komuni Suci mendatang.
Devosi kedua ditujukan kepada Sengsara Kristus. Pengalaman Aloysius dalam
penderitaan dan penyesahan diri secara alami membawanya pada pencarian misteri
penderitaan Kristus sebagai sebuah model untuk menjadi kuat dan tenteram.
Devosi ketiga adalah devosi kepada Bunda Maria. Devosi ini menunjukkan bahwa Ia
mempunyai cinta yang dalam kepada Bunda Maria. Yang terakhir adalah devosi
kepada Para Malaikat. Ini terlihat dari tulisan-tulisan utamanya yang berbicara
tentang Malaikat penjaga dan kesembilan Malaikat Surga yang bernyanyi memuji
Tuhan. Mata hatinya yang selalu tertuju pada hal-hal surgawi adalah bukti bahwa
hidupnya terarah pada Sang Raja Abadi. Melihat hidup doa, karya, dan semua
keutamaan yang dimilikinya, Aloysius menjalani hidupnya dalam kesucian. Oleh
karena itu Ia diberi gelar Beato oleh Paulus V pada tanggal 19 Oktober 1605 dan
dinyatakan sebagai Santo oleh Paus Benediktus XIII pada tanggal 31 Desember
1726. Pesta Santo Aloysius dirayakan pada tanggal 21 Juni.
DOA PENUTUP
Allah, pemberi rahmat surgawi, dalam diri santo Aloisius
Engkau sudah menyatukan hidup suci dengan semangat tapa. Kami tak mampu
menyamai kesuciannya. Maka semoga berkat jasa dan doanya kami
sekurang-kurangnya meniru semangat tapanya.
Demi Yesus Kristus, pengantara kami, yang hidup dan
berkuasa bersama Engkau dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala masa.
Amin
P: Marilah
memuji Tuhan
U: Syukur
kepada Allah
=======
Bacaan Pilihan
Bacaan yang disediakan oleh team Brevir Harian, BUKAN
bacaan wajib dari rekomendasi siapapun. Dimaksudkan, jika pendaras Brevir
sedang melakukan Ibadat Bacaan dan tidak memiliki bahan bacaan pilihan, maka
Bacaan Pilihan yang kami sediakan dapat menjadi alternatif pengganti.
=======
Dan TUHAN pun menunggumu dengan rindu di dalam:
- Misa Kudus harian
- Kunjunganmu ke Tabernakel gereja (Sakramen Maha Kudus) berbincang-bincanglah denganNYA.
- Pengakuan Dosa dengan hati yang bertobat dan selalu ingin memperbaiki diri
Ingatlah berdoa:
- Koronka
- Rosario
Lakukanlah Puasa pribadi, bacalah Kitab Suci walau hanya satu perikop.
Amalkanlah cinta kasih pada sesama dengan ketulusan dan kerendahan hati.
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan."
Ibrani 12: 14
Dan TUHAN pun menunggumu dengan rindu di dalam:
- Misa Kudus harian
- Kunjunganmu ke Tabernakel gereja (Sakramen Maha Kudus) berbincang-bincanglah denganNYA.
- Pengakuan Dosa dengan hati yang bertobat dan selalu ingin memperbaiki diri
Ingatlah berdoa:
- Koronka
- Rosario
Lakukanlah Puasa pribadi, bacalah Kitab Suci walau hanya satu perikop.
Amalkanlah cinta kasih pada sesama dengan ketulusan dan kerendahan hati.
"...kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan."
Ibrani 12: 14
www.brevirharian.blogspot.com
www.facebook.com/brevirharian
Link
Harian
Brevir Harian juga ada pada Fanpage FaceBook: Brevir Harian
Mau Terima 7 Ibadat/Doa Brevir di e-mail setiap hari? GABUNG yahoogroups "Brevir Harian"
Pengguna Blackberry, dapat men-download: Aplikasi Brevir Harian
Pengguna Android, dapat men-download: Aplikasi Brevir Harian
Brevir Harian juga ada pada Fanpage FaceBook: Brevir Harian
Mau Terima 7 Ibadat/Doa Brevir di e-mail setiap hari? GABUNG yahoogroups "Brevir Harian"
Pengguna Blackberry, dapat men-download: Aplikasi Brevir Harian
Pengguna Android, dapat men-download: Aplikasi Brevir Harian
Anda punya
testimoni tentang pengaruh membaca Brevir di dalam hidup anda?
Kirimkan testimoni anda untuk kemuliaan Tuhan di Surga,
ke e-mail: novena_tiga_salam_maria@yahoo.com
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.